• Fase Pengidentifikasian Diri
Ketika Syekh Ahmad al-Tijani memasuki usia 31 tahun, beliau mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt., melalui amalan beberapa thariqat. Thariqat pertama yang beliau amalkan adalah thariqat Qadiriyah, kemudian pindah mengamalkan thariqat Nasiriyah yang diambil dari Abi Abdillah Muhammad Ibn Abdillah, selanjutnya mengamalkan thariqat Ahmad al-Habib Ibn Muhammaddan kemudian mengamalkan thariqat Tawwasiyah. Setelah beliau mengamalkan beberapa thariqat tadi, kemudian beliau pindah ke Zawiyah (pesantren sufi) Syekh Abd al-Qadir Ibn Muhammad al-Abyadh.
Pada tahun 1186 H. Beliau berangkat
ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Ketika beliau tiba di Aljazair,
beliau menjumpai Sayyid Ahmad Ibn Abd al-Rahman al-Azhari seorang tokoh
thariqat Khalwatiah, dan beliau mendalami ajaran thariqat ini. Kemudian beliau
berangkat ke Tunise dan menjumpai seorang Wali bernama Syekh Abd al-Samad
al-Rahawi. Di kota
ini beliau belajar thariqat sambil mengajar tasawuf. Diantara buku yang
diajarkannya adalah kitab al-Hikam. Kemudian beliau pergi ke Mesir. Di negeri
ini beliau menjumpai seorang sufi yang sangat terkenal pada waktu itu yakni
Syekh Mahmud al-Kurdi, ia seorang tokoh thariqat khalwatiyah. Dari tokoh ini
Syekh Ahmad al-Tijani menyempurnakan ajaran thariqat Kholwatiyahnya. Dalam
perjumpaan pertama dengan Syekh Mahmud al-Kurdi, kepada Syekh ahmad al-Tijani
dikatakan: Engkau kekasih Allah di dunia dan di akherat” lalu ia Al-Tijani
bertanya “Dari mana pengetahuan ini ?” Jawab Al-Kurdi “Dari Allah”.
Setelah beberapa hari Syekh Mahmud
al-Kurdy bertanya kepada Syekh Ahmad : Apa cita-citamu ?” Jawab Syekh Ahmad
Al-Tijani Cita-cita saya menduduki maqam al-Qutbaniyah al-‘Udzma”. Jawab
al-Kurdi “Bagimu lebih dari itu” Berkata Syekh Ahmad Al-Tijani “Engkau yang
menanggungnya ?” Jawab al-Kurdi “Ya”. Pada bulan Syawwal tahun 1187 H.
Sampailah beliau ke Makkah pada waktu itu di Makkah ada seorang wali bernama
Syekh al-Imam Abi al-Abbas Sayyid Muhammad Ibn Abdillah al-Hindi. Sewaktu Syekh
Ahmad al-Tijani berkunjung kepadanya, ia mengungkapkan kepada Syekh Ahmad
al-Tijani melalui surat
lewat khadamnya yang berbunyi :
Artinya : “Engkau pewaris ilmuku, rahasia-rahasiaku, karunia-karuniaku dan cahaya-cahayaku”
Selesai melaksanakan ibadah haji,
Syekh Ahmad al-Tijani terus berziarah ke makam Rasulullah saw., di Madinah. Di kota ini beliau menjumpai
seorang wali Quthb Syekh Muhammad Ibn Abd al-Karim al-Saman. Dalam salah satu
pertemuannya, dikatakan bahwa Syekh Ahmad al-Tijani akan mencapai maqam
kewalian al-Quthb’ al-Jami’. Pertemuan Syekh Ahmad al-Tijani dengan para wali
sebagaimana disebutkan di atas, menunjukan hampir semua wali yang dikunjunginya
melihat dan meyakini bahwa Syekh Ahmad al-Tijani akan mencapai maqam kewalian
yang tinggi lebih dari apa yang dicita-citakannya.
Pada tahun 1196 H., tepatnya ketika
Syekh Ahmad al-Tijani berusia 46 tahun, beliau pergi ke pedalaman Aljazair,
yaitu Abu Samghun, yang terletak di padang Sahara. Disitu beliau melakukan
khalwat (kehidupan menyendiri). Di tempat inilah beliau mengalami pembukaan
besar (al-Fath al-Akbar), beliau bertemu dengan Rasulullah saw., dalam keadaan
jaga (yaqzhah). Selanjutnya Syekh Ahmad al-Tijani ditalqin (dibimbing)
istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali, selanjutnya Rasulullah saw. bersabda
kepada Syekh Ahmad Al-Tijani :
Artinya : “Tak ada karunia bagi
seorang makhlukpun dari guru-guru thariqat atas kamu. Maka akulah wasithah (perantaramu)
dan pemberi dan atau pembimbingmu dengan sebenar-benarnya (oleh karena itu),
tinggalkanlah apa yang kamu telah ambil dari semua thariqat. Tekunilah thariqat
ini tanpa khalwat dan tidak menjauh dari manusia sampai kamu mencapai kedudukan
yang telah dijanjikannya padamu, dan kamu tetap di atas perihalmu ini tanpa
kesempitan, tanpa susah-susah dan tidak banyak berpayah-payah, dan
tinggalkanlah semua para Wali.”
Dua macam wirid sebagaiman telah
disebutkan di atas, yaitu : Istighfar 100 kali dan Shalawat 100 kali berjalan
selama 4 tahun dan pada tahun 1200 H., wirid itu disempurnakan Rasulullah saw.,
dengan ditambah Hailallah (la Ilaha Illa Allah) 100 kali. Pada bulan Muharram
tahun 1214 H. Syekh Ahmad al-Tijani mencapai maqam kewalian yang pernah dicita-citakannya
yakni maqam al-Quthbaniyyat al-‘Udhma. Dan pada tanggal 18 Safar pada tahun
yang sama Syekh Ahmad al-Tijani mendapat karunia dari Allah swt., memperoleh
maqam tertinggi kewalian ummat Nabi Muhammad yakni maqam al-Khatm wal-Katm atau
al-Qutb al-Maktum dan Khatm al-Muhammadiyy al-Ma’lum.
Dan setiap tanggal dan bulan
tersebut murid-murid Syekh Ahmad al-Tijani, di Indonesia misalnya mensyukuri
melalui peringatan ‘Idul Khatmi Lil Qutbil Maktum Syekh Ahmad al-Tijani Ra.
Seperti halnya kita berkumpul disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda telah berkunjung ke blog saya.....